Search

Mariposa

SGOT dan SPGT

Hepatitis adalah penyakit peradangan atau gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh suatu infeksi atau keracunan. Salah satu gejala yang mudah terlihat pada penderita gangguan fungsi hati adalah kulit dan selaput putih mata yang mungkin akan berubah warna menjadi kuning, sehingga sering disebut oleh masyarakat sebagai penyakit kuning. Warna kuning ini timbul disebabkan oleh cairan empedu yang sudah sangat berlebihan kadarnya di dalam darah.

Hepatitis dapat disebabkan oleh keracunan obat atau berbagai macam zat kimia seperti karbon tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen, fosfor dan zat-zat lain yang digunakan sebagai obat dalam industri modern, serta berbagai organisme termasuk kuman dan virus. Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan, terhirup atau diserap melalui kulit penderita. Menetralkan suatu racun yang beredar di dalam darah adalah pekerjaan hati. Jika banyak sekali zat kimia beracun yang masuk ke dalam tubuh, hati itu sendiri mungkin rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain.

Kuman-kuman yang masuk ke dalam tubuh juga dapat menimbulkan penyakit hepatitis. Kuman ini masuk ke dalam tubuh dengan perantara makanan atau air yang tercemar. Di dalam alat-alat pencernaan, kuman tersebut berkembang biak dengan cepat. Kemudian, beberapa parasit ini diangkut melalui aliran darah ke dalam hati, dimana mereka tinggal di dalam kapiler-kapiler darah hati dan menyerang jaringan-jaringan di dekatnya sehingga menimbulkan radang hati.

Penyebab yang paling sering menimbulkan penyakit hepatitis adalah infeksi virus hepatitis seperti virus hepatitis A, B, C, D, E, G dan TT. Di Indonesia yang banyak ditemukan adalah virus hepatitis A, virus hepatitis B dan virus hepatitis C. Virus hepatitis dapat masuk ke dalam tubuh, terutama melalui makanan atau air yang dikotori oleh virus, tertular akibat tranfusi darah maupun melalui pemakaian alat-alat yang tidak steril di rumah sakit. Hepatitis merupakan penyakit yang lebih sering menjangkiti anak-anak muda. Tempat tinggal yang sesak, kebersihan yang tidak terjamin dan kurangnya makanan yang sehat sangat memegang peranan dalam menyebabkan timbulnya penyakit ini.

Penyakit hepatitis umumnya muncul ditandai dengan timbulnya rasa mual, muntah-muntah, demam, perasaan lemah dan hilang nafsu makan. Hati terasa nyeri apabila diraba atau pun disentuh dari luar. Hal ini umumnya berlangsung selama 10 hari sampai 2 minggu. Dalam beberapa kasus, limpa menjadi besar dan sering merasa gatal hebat di kulit. Cairan empedu mungkin akan terlihat di dalam air seni, terutama selama tahap awal timbulnya penyakit ini. Kadang-kadang, penderita juga menderita diare. Gejala hepatitis tidak tergantung kepada penyebabnya dan sangat bervariasi dari yang tanpa gejala sampai yang berat sekali. Terkadang penderita hepatitis berat, gejala yang dikeluhkannya sangat minim sekali.

Untuk mengetahui apakah seseorang menderita penyakit hepatitis atau tidak, maka seorang dokter disamping mencari informasi mengenai perjalanan penyakit yang dialami, melakukan pemeriksaan fisik secara teliti juga memerlukan pemeriksaan penunjang lainnya untuk membantu dalam melakukan diagnosa, antara lain pemeriksaan biokimia/enzimatik, imunologi, dan pencitraan.

Salah satu jenis pemeriksaan yang sering dilakukan untuk mengetahui adanya kerusakan pada hati adalah pemeriksaan enzimatik. Enzim adalah protein yang dihasilkan oleh sel hidup dan umumnya terdapat di dalam sel. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara pembentukan enzim dengan penghancurannya. Apabila terjadi kerusakan sel atau peningkatan permeabilitas membran sel, enzim akan banyak keluar ke ruang ekstra sel dan ke dalam aliran darah sehingga dapat digunakan sebagai sarana untuk membantu diagnostik penyakit tertentu. Pemeriksaan enzim yang biasa dilakukan untuk diagnosa hepatitis antara lain:

1. Enzim yang berhubungan dengan kerusakan sel hati yaitu SGOT, SGPT, GLDH, dan LDH.
2. Enzim yang berhubungan dengan penanda adanya sumbatan pada kantung empedu (kolestasis) seperti gamma GT dan fosfatase alkali.
3. Enzim yang berhubungan dengan kapasitas pembentukan (sintesis) hati misalnya kolinestrase.

Secara laboratoris pemeriksaan enzim hati pada hepatitis akut didapati adanya peninggian SGOT dan SGPT sampai 20-50 kali normal dengan SGPT lebih tinggi dari SGOT (SGOT/SGPT < 0,7). Selain itu gamma-GT lebih kecil dari SGOT. Albumin dan Globulin dalam batas kadar normal. Fosfatase alkali dapat meninggi bila terjadi gejala kolestasis (penyumbatan kantung empedu). Pada hepatitis kronis, dari pemeriksaan laboratoris didapati adanya peningkatan kadar enzim SGPT 5-10 kali lebih tinggi dari kadar normal, dan ratio albumin-globulin terbalik.

Untuk menentukan pengobatan yang akan dilakukan, maka perlu diketahui jenis virus yang diduga sebagai penyebab infeksi hati dengan pemeriksaan seroimunologi. Bila pemeriksaan seroimunologis negatif maka perlu dipikirkan penyebab hepatitis lain selain virus, misalnya penyakit hepatitis karena keracunan obat atau zat-zat kimia yang berbahaya.

Radang hati merupakan penyakit yang sangat mudah menular sehingga penderita harus benar-benar diasingkan selama taraf penyakit masih aktif. Penyakit ini umumnya akan sembuh setelah 6-8 minggu, namun akan dapat kambuh kembali apabila penderita langsung melakukan aktivitas berat. Penderita hepatitis harus istirahat di tempat tidur selama masih ada gejala-gejala penyakit ini. Makanannya harus mengandung banyak protein dan hidrat arang, tetapi sedikit kadar lemaknya. Makanan yang dapat Anda berikan untuk penderita hepatitis antara lain makaroni, telur, tahu, daging yang tidak bergajih, ayam, ikan, kentang, sayur-sayuran yang mudah dicerna, agar-agar dan buah-buahan apa saja kecuali alpukat. Penderita juga sebaiknya diberi vitamin B kompleks untuk menolong mengembalikan nafsu makannya yang sudah hilang, dan menolong menyembuhkan hati. Penderita harus berhati-hati untuk tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat. Demikian uraian dan sedikit penjelasan dari kami, semoga bermanfaat. Salam. dra astri rozanah (biolog pemerhati masalah kesehatan dan lingkungan)

SGOT: Serum glutamic oxaloacetic transaminase, an enzyme that is normally present in liver and heart cells. SGOT is released into blood when the liver or heart is damaged. The blood SGOT levels are thus elevated with liver damage (for example, from viral hepatitis) or with an insult to the heart (for example, from a heart attack). Some medications can also raise SGOT levels. SGOT is also called aspartate aminotransferase (AST).

SGPT: Serum glutamic pyruvic transaminase, an enzyme that is normally present in liver and heart cells. SGPT is released into blood when the liver or heart are damaged. The blood SGPT levels are thus elevated with liver damage (for example, from viral hepatitis) or with an insult to the heart (for example, from a heart attack). Some medications can also raise SGPT levels. Also called alanine aminotransferase (ALT).

creativity for saving our environmental Behaviour

“dont ever change the human, but, change the enviroment.”

Manusia memang memiliki rasa “malas” untuk mencoba kebiasaan yang baru, yang tidak sesuai kebiasaan mereka atau yang terlalu merepotkan bagi mereka untuk dilakukan. Tetapi manusia memiliki sifat unik, yaitu selalu ingin mencoba tantangan baru yang menarik bagi mereka.

EECCHI (Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia, sebuah organisasi asing yang berasal dari Denmark mengadakan acara “kursus” energi selama setengah hari pada tanggal 29 Oktober 2011 di Gedung Ekonomi Universitas Padjajaran, Bandung, Indonesia. Kursus ini berisi rangkaian pengetahuan dasar tentang pemakaian energi dan peran kebiasaan manusia dalam efisiensi pemakaian energi.

Contoh riil, yang kita lakukan sehari-hari, yang sering kita anggap remeh dan ternyata berdampak besar terhadap ketersediaan energi masa depan adalah kita sering tidak mencabut charger (charger laptop, Handphone, dll) saat kita sudah selesai menggunakannya. Satu charger yang terus terpasang dan dalam keadaan standby (tidak di pakai untuk men-charge) akan mengkonsumsi energi sebesar 1 Watt. Bagi kita 1 watt adalah remeh, tetapi bagaimana jika kalkulasi 1 Watt tersebut dengan banyak penduduk Indonesia yang memiliki dan menggunakan HandPhone, untuk daerah Jakarta saja yang penduduknya 15 juta, akan membuang energi sebanyak 1Watt dikali 15 juta, jumlah yang sangat besar untuk sebuah perkampungan penduduk yang belum mendapatkan supply listrik.

Kampanye hemat energi sudaah dilakukan, bahkan terlalu sering dilakukan, menyebarkan brosur, stiker, artikel, dan lain-lain. Tetapi sebagaian besar masyarakat masih enggan memperhatikan hal itu, jangankan memperhatikan brosur saja sudah dibuang.

Kursus singkat tadi cukup menambah inspirasi, bukan tentang cara kalkulasi penghematan atau perhitungan penghematan suatu gedung ataupun fakta-fakta tentang besarnya energi yang bisa kita hemat, tetapi tentang how to change human behaviour for our environment future.

Mengubah kebiasaan manusia bukan sesuatu yang mudah. Kita belum tentu bisa mengubah kebiasaan kita sendiri bagaimana kita bisa mengubah kebiasaan orang lain?

Untuk mengubah kebiasaan manusia, akan lebih mudah jika kita bisa mengubah lingkungan sekitar manusia daripada “menyuruh” manusia berubah. Untuk itu kita memerlukan ide kreatif agar manusia bisa menyadari pentingnya mengubah kebiasaan untuk lingkungan yang lebih baik.

  1. Penggunaan creative Shopping bag selama periode tertentu. Shopping bag tidak hanya berfungsi sebagai tempat belanjaan, tetapi juga berfungsi untuk kampanye ataupun hal-hal unik yang disukai manusia. Masyarakat bisa bekerjasama dengan pihak supermarket, jika shopping bag tersebut sudah digunakan sebanyak 50 kali belanja, pengnjung akan diberikan reward tertentu.

  2. Public Transportation. Ahh males, ngetem, panas, lama pula. Ada suatu negara (saya lupa negaranya) yang menerapkan konsep unik untuk membuat masyarakat mau menggunakan bus kota. Gelang relationship, metode unik tapi mampu menarik orang menggunakan bus kota. Sekalian naik bus sekalian nyari jodoh, masyarakat yang naik bus tertarik untuk melihat gelang relationship yang dipakai, merah = menikah, hijau=single dll

  3. Kreatif design. Ada contoh pengunaan tangga dan eskalator, masyarakat akan lebih memilih menggunakan tangga daripada eskalator jika kita bisa mendesain tangga sekreatif mungkin.

Banyak sekali hal positif kreatif yang bisa kita lakukan untuk lingkungan yang lebih baik.

Manusia selalu ingin melakukan hal baru yang menyenngkan dan berbeda dari kebiasaan sebelumnya, jika kebiasaan bisa terus berlanjut, kita bisa menyimpan energi untuk generasi mendatang.

Coal Bed Methane : Potensi dan Hal yang Harus Diperhatikan

Perjalanan menuju Energy Mix Indonesia 2025 akan terkendala oleh banyak permasalahan didalam realisasinya. Permasalahan energi populer semisal adanya perubahan UU Migas yang baru, semakin terkurasnya energi oleh investor asing, pemadaman listrik bergilir, dan naiknya harga BBM, merupakan masalah yang menjadi tantangan pengelolaan energi Indonesia.

Untuk mengatasi masalah tersebut Indonesia harus fokus terhadap sumber energi alternatif yang memiliki cadangan besar di tanah air indonesia. Salah satu energi yang berpotensi untuk dipakai dan dikembangkan di Indonesia adalah gas metana yang ada dalam batubara atau disebut juga sebagai coalbed methane (CBM).

Resource : Coal Beds Methane

Coalbed methane (CBM) adalah gas yang terbentuk bersamaan dengan terbentuknya batubara. Selama coalification, sejumlah besar volume gas (terutama gas metana) terbentuk dan tersimpan pada permukaan internal batubara. Batubara memiliki daerah permukaan internal yang luas, sehingga dapat menyimpan gas dalam volume yang sangat besar, enam atau tujuh kali lebih besar dari volume resevoir gas alami batuan konvensional yang berproduksi terus menerus. Biasanya, kandungan gas dalam batubara meningkat sebanding dengan kedalaman (dibawah drainase) dan tingkat kualitas batubara.

Permeabilitas batubara terbentuk oleh retakan yang terjadi secara alami yang disebut juga sebagai cleat. batubara umumnya adalah akuifer, Akuifer adalah lapisan bawah tanah yang basah oleh air-bantalan batuan permeabel atau bahan terkonsolidasi (kerikil, pasir, atau lumpur) dimana air tanah dapat diekstraksi menggunakan sumur. Cleat pada umumnya jenuh dengan air sehingga metana terkunci dalam batubara oleh air dalam cleat dan biasanya tidak terdeteksi oleh teknologi pengeboran sumur gas konvensional. untuk mendapatkan gas dari “coalbed”, sejumlah besar air harus dipompa keluar terlebih dahulu kemudian tekanan harus diturunkan supaya gas metana dapat mengalir keluar dari batubara melalui sumur bor. Air yang dipompa keluar tersebut umumnya bersifat saline (asin), Pembuangan air saline (asin) dalam jumlah besar dapat mempengaruhi sungai dan habitat lain sehingga harus dibuang dalam kondisi yang dapat diterima oleh lingkungan.

Biaya eksplorasi untuk CBM relatif rendah rendah. Selain itu CBM terletak pada kedalaman dangkal, sehingga pembuatan sumur bor mudah dan relatif lebih murah dibandingkan dengan pemuatan sumur gas konvensional. CBM bisa didapatkan dengan beberapa cara pengeboran, yaitu pengeboran konvensional, pengeboran sebelum penambangan dan pengeboran horizontal (gambar 1).

Hal yang perlu diperhatikan

CBM memang memiliki potensi yang cukup besar untuk menjadi sumber energi alternatif selain batubara dan minyak bumi. Tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam produksi gas metana dari coalbed, hal tersebut meliputi:

Produksi air saline

Dalam sumur CBM, air saline diproduksi dalam jumlah besar, terutama pada tahap awal produksi ; seiring dengan berkurangnya air dalam batubara, produksi gas akan semakin meningkat. air saline harus dibuang secara aman. seringnya, air saline diinjeksi ulang dalam subsurface bebatuan. dalam beberapa kasus, air dibiarkan mengalir di drainase permukaan atau dimasukkan ke kolam evaporasi. di daerah dingin, sangat dimungkinkan untuk membekukan air saline pada musim dingin, air tersebut dibekukan untuk memisahkan garam dari air, kemudian garam-garam tersebut di kumpulkan dan dibuang atau dapat dipakai kembali untuk kepentingan lain yang tidak berhubungan dengan air.

Gas metana di atmosfer

Metana adalah gas rumah kaca; di atmosfer bertindak untuk menjebak panas dan memberikan kontribusi ke pemanasan global. Gas metana di atmosfer telah meningkat rata-rata satu persen setiap tahun selama 15 tahun terakhir (rice,1997). Tercatat kira-kira 40% gas metana dilepaskan ke atmosfer dari sistem alami, lahan basah, rawa dan material hutan yang membusuk, dan 10% dari kegiatan manusia yaitu menanam padi, berternak, pembuangan sampah, dan pembakaran biomassa. Pada produksi gas metana dari coalbed (CBM), Emisi gas metana ke atmosfer dapat dikurangi dengan mengambil gas yang terlepas dari pertambangan batubara menjadi sumber energi alternatif baru.

Pergerakan gas metana

Pergerakan gas metana dapat mengkontaminasi sumber air tanah, dan mungkin, gas metana juga dapat bergerak ke daerah perumahan. Teknik pengendalian pergerakan gas metana masih belum jelas. Kontaminasi gas metana, mungkin, berasal dari pergerakan metana melalui retakan alami, dari sumur gas tua yang telah ditutup, atau dari sumur CBM baru. Berdasarkan Laporan pada abad ke-18, telah ditemukan gelembung gas dalam sumur air, sungai, dan tanah lapang setelah turun hujan deras, hal ini membuktikan bahwa pergerakan gas selalu terjadi. Pergerakan gas tersebut menjadi sebuah masalah karena pembangunan perumahan telah dekat dengan jalur pergerakan gas.

The bottom line

Indonesia memiliki potensi sumber daya Coal Bed Methane (CBM) sekitar 300 hingga 450 Triliun Cubic Feet (TCF). Cadangan CBM sebesar itu tersebar pada sebelas areal cekungan (basin) batubara di berbagai lokasi di Indonesia, baik di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Dengan adanya teknologi yang cukup, CBM dapat memulihkan keadaan ekonomi dan energi Indonesia.

Jika dibandingkan dengan batubara, pembakaran metana menghasilkan karbon dioksida yang jauh lebih sedikit. selain itu, produksi gas metana sebelum penambangan batubara akan mengurangi jumlah gas metana yang dilepaskan ke atmosfer selama proses penambangan batubara serta dapat digunakan dalam kampanye untuk mengurangi pelepasan gas yang berkontribusi terhadap pemanasan global.

Peningkatan produksi dan penggunaan CBM, bagaimanapun, memerlukan pemahaman baru dalam hal pengertian asal dan distribusi batubara. Pemahaman dan pendekatan baru akan memberikan berbagai alternatif yang sesuai untuk pembuangan air saline yang dihasilkan selama proses produksi. Ilmu engineering akan meningkatkan pemahaman dalam menyelesaikan masalah dalam produksi coalbed methane.

Eksplorasi dan Produksi Energi : Antara Kebutuhan dan Isu Sosial

Energi merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia untuk melakukan suatu aktivitas atau kegiatan. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia memiliki tingkat konsumsi energi yang berbeda berdasarkan jenis aktivitas yang dilakukan. Semenjak adanya revolusi industri, manusia tidak hanya membutuhkan energi untuk memenuhi kebutuhan aktivitas pribadinya, tetapi juga untuk menjalankan peralatan yang dapat membantu meringankan pekerjaan manusia, sehingga kebutuhan konsumsi akan energi cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Meningkatnya kebutuhan manusia akan energi membuat beberapa pihak berfikir untuk mencari sumber energi dan memenuhi kebutuhan manusia terhadap konsumsi energi. Eksplorasi dan penambangan energipun mulai dilakukan, mayoritas energi yang ditambang adalah energi fossil (minyak bumi, batu bara, gas alam, dll).

Saat revolusi industri dimulai, hingga saat ini, isu mengenai dampak pemakaian energi hingga isu mengenai dampak eksplorasi dan produksi energipun terus berkembang. Dari berbagai isu yang telah berkembang di masyarakat, isu eksplorasi dan produksi energi adalah hal yang menarik mengingat dampak yg ditimbulkan oleh kegiatan ini tidak hanya merusak alam tetapi juga membawa politik yang memiskinkan warga yang bertempat tinggal di sekitar sumber energi.

“Dua pertiga dari total warga miskin dunia tinggal di negara-negara kaya minyak. Mereka berhak mengetahui berapa banyak uang yang didapat pemerintahan mereka dari perusahaan-perusahaan raksasa dunia dari hasil eksploitasi kekayaan migas,” demikian laporan Transparency International (TI) tahun 2001. Laporan tersebut merupakan bukti bahwa terdapat isu politik yang ada dalam kegiatan eksplorasi dan produksi energi fossil. Beberapa pihak bisa mengeruk keuntungan yang sangat besar dengan menyediakan kebutuhan energi bagi manusia, tetapi disisi lain banyak yang harus dikorbankan untuk sekedar mengambil energi dari sumbernya.

Usaha untuk memenuhi kebutuhan akan energi memang menjanjikan, tetapi dampak kegiatan ini terhadap lingkungan juga harus dipertimbangkan. Aktivitas eksplorasi dan produksi energi merupakan aktivitas destruktif, Sekitar 1,8 juta hektar hutan pertahun rusak akibat pembukaan lahan untuk eksplorasi dan produksi energi. Selain itu terdapat berbagai macam limbah minyak selama proses mendapatkan energi.

Limbah minyak (sludge), sesuai dengan PP Nomor 18/1999 dan Keppres Nomor 61/1993, dikategorikan sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3) dari sumber spesifik. Limbah minyak dapat berasal dari hasil eksplorasi dan produksi minyak, pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas penympanan, pemrosesan, tangki penyimpanan, dan lain sebagainya. Pencemaran yang dikuatirkan bisa berupa bahan organik, bahan terkontaminasi minyak, logam berat, dan merkuri. Melalui serangkaian tes, diyakini bahwa sludge bisa merusak lingkungan hidup, mengganggu kesehatan manusia serta mahluk hidup lainnya. Limbah ini bersifat mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, dan bersifat korosif. Sebuah bahan yang hanya memiliki satu sifat tersebut saja sudah dapat dikategorikan B3. kandungan hidrokarbon yang ada dalam limbah minyak sangat berpotensi menjadi karsinogenik.

Jika hidrokarbon rantai C-nya sampai berderet 6, dipastikan limbah itu menjadi karsinogenik. Misal, benenza, toluena, exilan, dan etelin. Ditambah lagi dengan kandungan Poli Aromatik Hidrokarbon (PAH) yang juga bersifat karsinogenik. Struktur senyawa karsinogenik ini bersifat stabil dan banyak diketahui terdapat di ladang usaha pertambangan, termasuk minyak bumi.

Mungkin kita bisa berusaha memperkecil jumlah emisi yang dihasilkan oleh pemakaian energi fossil ataupun mengajak masyarakat ikut dalam kampanye hemat energi untuk mengurangi isu terhadap dampak pemakaian energi, tetapi apa kita bisa menghentikan pihak-pihak yang menguras energi dari sumbernya? Atau paling tidak mencari cara yang lebih ramah lingkungan untuk mengeksplorasi dan memproduksi energi. Agar lingkungan tidak rusak, tidak ada campur tangan politik, dan kebutuhan manusia akan energi dapat terpenuhi.

Women in Trafficking

“Perdagangan anak dan perempuan di Indonesia perlu mendapat perhatian khusus, apalagi kita sebagai perempuan. Kenyataannya, pelaku ataupun korban sex trafficking kadang berasal dari orang terdekat kita.”

Saya mempunyai pengalaman, pengalaman pertama, berbicara dalam suatu kajian atau diskusi tentang politik perdangangan perempuan. Awalnya saya iseng pengen tau tentang politik dan modus perdagangan perempuan di Indonesia, saya baca buku perpustakaan yg telah direkomendasikan oleh teman saya. Saya tertarik dan mulai membacanya, hingga saya harus menjadi pembicara dan membagikan apa yang saya dapat dari apa yang saya baca.

Tulisan ini adalah fakta yang lebih lengkapnya ada dalam skripsi seorang mahasiswa hubungan internasional yang dibukukan. Buku itu berjudul “Politik Perdagangan Perempuan”.

Mengingat sejak dilahirkan di negara ini, saya adalah perempuan, lantas apa bedanya dengan laki-laki? Perempuan dan laki-laki bukan merupakan sebutan untuk membedakan mana pemimpin dan mana yang dipimpin. Sejak terlahir di dunia ini, perempuan (terutama wanita asia), selalu mendapat ajaran tentang mematuhi segala aturan yang dibuat oleh laki-laki. Selalu dididik untuk mengerjakan segala macam rutinitas dapur dan kebersihan rumah. Sedangkan laki-laki selalu dididik untuk tidak berada di bawah perempuan. Dalam artian laki-laki tidak boleh lebih rendah dari perempuan baik masalah pendidikan, pekerjaan atau apapun, hal seperti ini yang kemudian melahirkan patriarkiesme.

Secara ilmiah, perempuan dan laki-laki berbeda dalam struktur tubuh dan emosional, tidak terkait masalah derajat atau hal lain yang menyatakan perempuan adalah penurut. Hal itu hanyalah tradisi dan didikan yang telah menjadi budaya pada daerah tertentu.

Budaya tersebut membuat image, atau membuat perempuan itu sendiri beranggapan, bahwa mereka adalah lemah dan mereka harus mau diperlakukan tidak sewajarnya agar dapat membantu orang tua mereka, termasuk menjadi salah satu komoditas “ekspor” oleh sebagian pihak.

Singkawang, kalimantan barat, merupakan pusat perdagangan perempuan dengan modus pernikahan “trans-nasional”. Singkawang adalah daerah kecil di kalimantan barat yang sebagian besar penduduknya adalah warga tiong-hoa. Penduduk singkawang memang berada dibawah garis kemiskinan, mata pencaharian mereka adalah petani, yang penghasilannya hanya cukup untuk membeli kebutuhan makan saja.

Setiap keluarga di singkawang merasa cukup terbebani untuk memberi makan seorang anak mereka. Dan mereka akan sangat senang dan merasa tertolong jika anggota keluarga mereka berkurang, artinya mereka senang jika anak perempuan mereka dinikahkan dengan warga asing dan mengurangi beban keluarga. Perempuan-perempuan ini tidak bisa memilih dengan siapa mereka akan menikah dan mereka tidak tahu laki-laki seperti apa yang akan dinikahkan dengannya.

Pernikahan yang terjadi di singkawang tergolong unik, dan bisa dikategorikan sebagai perdagangan perempuan. Perempuan yang akan dinikahkan berumur sekitar 14-22 tahun dengan calon pengantin laki-laki yang berumur 30-52 tahun. laki-laki yang menikah dengan penduduk singkawang sebagian besar berasal dari negara taiwan. Pernikahan mereka diantarai oleh seorang “mak comblang”. Mak comblang ini yang datang dan menawarkan pada penduduk apakah mereka punya anak perempuan yang ingin dinikahkan dengan laki-laki taiwan. Mak comblang mengumpulkan beberapa calon pengantin perempuan untuk dipilih langsung oleh pengantin laki-laki, bisa datang melihat langsung ataupun lewat foto.

Bagi penduduk singkawang, mak comblang adalah seorang dewi penolong yang membantu mereka dalam kesulitan, karena dengan adanya pernikahan pihak keluarga akan memperoleh sejumlah uang sebagai mahar pengantin perempuan dan beban keluarga akan berkurang.

Kenyataanya, pengantin laki-laki berkebangsaan taiwan yang mencari pasangan ke Indonesia adalah “unwanted man” di negaranya, sedangkan kebutuhan menikah adalah hal yang mendesak, sehingga mereka mencari pasangan di negara lain yang masih serumpun. Sebagian besar dari laki-laki ini bekerja sebagai buruh pabrik atau petani. Dan laki-laki ini harus membayar sejumlah uang pada mak comblang untuk bisa menikah.

Tercatat 1000 pengantin per tahun yang akan dibawa ke taiwan. Kedutaan besar taiwan yang bertugas untuk memberikan visa pada warga negara indonesia terkejut dan membatasi wawancara dan banyaknya warga negara indonesia yang ingin tinggal di sana.

Tak ada yang tahu nasib pengantin perempuan singkawang setelah dibawa oleh suaminya ke taiwan. Mungkin mereka juga menjadi buruh pabrik, petani, ataupun pekerja seks komersial. Ada yang mengaku suaminya adalah penjudi atau pemabuk dan perlahan-lahan perempuan ini kabur dari rumah suaminya. Perempuan yang sudah menikah harus menyiapkan makanan, membersihkan rumah, merawat anak dan ikut bekerja membantu suaminya mencari uang, pulang kerja mereka juga masih harus melayani suami mereka, hingga larut perempuan benar-benar bisa beristirahat.

Apakah hal tersebut bisa dikategorikan sebagai pernikahan yang wajar? Harus membayar sejumlah besar uang pada perantara, perempuan tidak bisa memilih siapa yang ingin dinikahinya, dan nasib mereka di negara tetangga juga jauh dari kata cukup.

Masih banyak bentuk trafficking yang telah terjadi di Indonesia selain masalah pernikahan tran-nasional diatas. sudah sejak lama pemerintah indonesia “menawarkan” buruh perempuan murah pada investor asing yang akan membangun usahanya di Indonesia. besarnya jumlah penduduk Indonesia dan banyaknya jumlah perempuan yang berpendidikan rendah menjadi “daya tarik” yang disuguhkan pemerintah indonesia untuk investor asing, tenaga kasar murah dan melimpah. Fact sheet yang merupakan hasil penelitian lebih dari 10 lembaga internasional melaporkan bahwa:

  • Setiap tahun, sekitar 100.000 anak-anak dan perempuan Indonesia menjadi korban perdagangan manusia dan eksploitasi seks.
  • Bali, menjadi tempat utama perdagangan manusia untuk tujuan prostitusi, serta pornografi.

Pendidikan; antara Komoditas dan Kepentingan Sosial


Semenjak kebijakan komerisalisasi pendidikan diterapkan, pendidikan semakin diposisikan sebagai sebuah komoditas jasa bagi orang yang sanggup membayar. Di Indonesia perubahan ini dapat ditengarai dengan semakin mahalnya harga pendidikan dan semakin susahnya pendidikan diakses oleh orang kebanyakan. Fenomena di bidang pendidikan ini merupakan bagian dari fenomena global tentang komersialisasi dan privatisasi layanan publik. Memang benar pernyataan bahwa pendidikan memiliki nilai ekonomi sehingga pendidikan kemudian bisa dikomoditaskan. Namun ada permasalahan yang cukup unik dalam sudut pandang tersebut, yang menempatkan pendidikan sebagai komoditas jasa. Bahwa komersialisasi telah mengalami kesalahan yang fundamental saat diaplikasikan kedalam pendidikan serta semua relasi sosialnya. Posisi inilah yang akan diargumentasikan dalam tulisan ini.

Komersialisasi Pendidikan tinggi di Indonesia.

Status BHMN (Badan Hukum Milik Negara) yang dianugerahkan kepada Perguruan Tinggi di Indonesia merupakan gerbang dari proses komersialisasi pendidikan tinggi. Dalam proses tersebut, sasaran pertama adalah Perguruan Tinggi negeri yang telah memiliki nama besar. Perguruan Tinngi tersebut dipilih untuk dapat memenuhi prasyarat dari sebuah komoditas, yaitu memilki nilai tukar dan nilai guna yang layak untuk dipertukarkan secara sosial. Dalam hal ini nama besar dan anggapan tentang jaminan mutu merupakan modal yang cukup kuat. Seperti tidak puas dengan model BHMN maka diperkenalkanlah model baru, yaitu BHP (Badan Hukum Pendidikan). Dalam “kemasan” BHP pengkomoditasan pendidikan sudah melangkah lebih jauh lagi, pemerintah semakin lepas tangan dari tanggung jawabnya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam model BHP pemerintah hanya mengambil tanggung jawab pendanaan maksimal sebesar sepertiga dari seluruh anggaran perguruan tinggi. Sementara perguruan tinggi negeri yang sudah terbiasa bergantung sepenuhnya kepada pemerintah tidak bisa dengan mudah mengubah paradigmanya, dari disuapi oleh pemerintah mendadak diharuskan bisa mecari makan sendiri, akhirnya beban pendanaanpun jatuh kepada sumber dana yang paling mudah dan tidak punya kuasa untuk menolak: mahasiswa.

Komersialisasi pendidikan, transformasi pendidikan menjadi salah satu komoditas jasa sebenarnya berfungsi untuk meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri. Agumentasinya sederhana: Jika suatu obyek atau layanan telah menjadi komoditas maka ia akan mengikuti mekanisme pasar dan untuk dapat bertahan dalam pasar maka ia harus terus berkembang baik dalam hal inovasi maupun kualitas. Dalam sistem pasarpun, harga sebuah komoditas tidak bisa ditentukan semena-mena oleh produsen. Interaksi antara produsen dan konsumen juga merupakan faktor penentu. Kita tentu masih ingat dengan kasus kartel dagang yang ‘mencurangi’ konsumen dalam penentuan harga SMS. Demikian juga dengan yang seharusnya terjadi pada komoitas pendidikan. Hal ini yang diharapkan oleh J.R. Shackleton, Kepala Westminster Business School. Dia menyatkan bahwa:

The commodification of higher education is here to stay. It is important, then, that people are given an appropriate range of choice, quality assurance and a fair and open pricing system. The Secretary of State for Education, Charles Clarke, further stresses higher education.s role in the enhancement of the knowledge economy via the production of economically beneficial graduates and research.

Pilihan, jaminan kulitas dan sistem harga terbuka adalah yang seharusnya mampu diberikan oleh sebuah institusi pendidikan setelah mengkomoditaskan pendidikan. Namun ternyata saat komersialisasi tersebut telah selesai dilaksanakan semua jargon-jargon tersebut justru tidak terlaksana sebagaimana yang dinyatakan oleh Sir Geoffrey Holland dari Departemen pendidikan di Inggris, bahwa perguruan tinggi di Inggris telah “failing to develop the flexibility and consumer choice that people expect from other services, including quality assurance and money-back refunds or guarantees”.

Pelajar Sebagai ‘Konsumen’ Pendidikan

Pembahasan tentang ‘pelajar sebagai kosumen pendidikan’ ini menjadi penting dalam memahami sepenuhnya pola interaksi dalam sistem pendidikan yang telah dikomerisalisasi. Apakah para pengguna jasa pendidikan benar-benar berinterkasi sebagaimana seorang kosumen? Bagaimana mereka memahami relasinya dalam proses pendidikan?

Paul Cooper, peneliti di Universitas Southampton telah melakukan riset tentang persepsi pelajar dalam perannya sebagai komsumen pendidikan. Hasilnya sebagian besar tidak memposisikan dirinya sebagai konsumen pendidikan, sebagaimana yang dinyatakan oleh salah satu subyek penelitiannya, Liz. “I really don’t think of (education) as buying anything, really. I haven’t equated it with that in my head. Certainly not. To me, the job market or my working life, this is something completely different. It’s a completely different world.”. Sebagian besar subyek penelitan masih memegang pemikiran tradisional tentang pendidikan sebagai sebuah pencapaian yang mulia, pencapaian ilmu. Selain itu, ada kesulitan untuk memandang pendidikan sebagai komoditas. Saat dilakukan perbandingan antara pendidikan dan komoditas jasa yang lain maka akan ditemukan argumen sebagaimana yang dinyatakan oleh Matt.

“The difference is that when you buy a service – whether it be a haircut, a solicitor, or whatever – you are actually expecting them to provide something for you… you give them the money in return for them providing you with something. It’s not particularly interactive on your part. Whereas I would consider paying money to go to a university… it’s very much down to you, and the effort that you put in, the result that you gain from it. You couldn’t come into a university, pay the fees, do nothing for three years and expect to get a satisfactory result”

Pada akhir artikelnya Paul (2004) menyatakan bahwa meskipun para pelajar itu sadar tentang adanya uang yang harus mereka bayarkan untuk mendapatkan pendidikan namun mereka sulit untuk menerima bahwa pendidikan adalah komoditas dan mereka adalah konsumen pendidikan tersebut. Aspek yang menyebabkan munculnya pemahaman tersebut adalah pemahaman tradisional mereka tentang nilai luhur pendidikan dan fakta tentang tiadanya layanan yang sebenarnya dalam proses pendidikan serta tidak munculnya relasi kosumen-produsen dalam proses pendidikan, khususnya antara pelajar dan dosen. Relasi yang ada tetap berupa relasi tradisional yang memposisikan dosen lebih superior dan dominan dibandingkan pelajar. Hal ini benar-benar bukan cerminan dari relasi konsumen-produsen dalam pasar. Semua ini merupakan petunjuk bahwa saat ini proses komersialisasi pendidikan telah mengalami kegagalan dalam skala individual, khususnya dalam relasi antara pendidik dan dididik.

Pendidikan dalam Ruang Sosial

Hampir semua aliran filsafat pendidikan akan sepakat dengan pernyataan bahwa pendidikan adalah salah satu tiang peradaban kita saat ini. Dalam sebuah sistem sosial, pendidikan memegang peran penting untuk melakukan transfer ‘sejarah’ perkembangan masyarakat. Baik ilmu pengetahuan yang berhasil ditemukan oleh umat manusia sepanjang sejarah maupun nilai-nilai universal yang telah berhasil membangun peradapan manusia yang lebih baik. Tanpa adanya pendidikan, semua transfer ini akan sulit dilakukan. Oleh karena itu, pendidikan seharusnya bisa diakses oleh semua orang, atau paling tidak oleh sebanyak-banyaknya orang. Kondisi ini memungkinkan terjadinya perkembangan mayarakat yang lebih cepat. Namun dengan komersialisasi pendidikan kondisi optimal tadi tidak bisa telaksana, salah satunya adalah keterbatasan akses pendidikan akibat semakin tingginya biaya pendidikan. Dalam logika komoditas, uang merupakan syarat perlu untuk bisa melakukan tukar-menukar. Dan saat pendidikan dijadikan komoditas maka aturan yang sama juga berlaku padanya. Saat ini, biaya pendidikan merupakan salah satu aspek penghambat adanya akses pendidikan bagi masyarakat. Untuk kasus di Inggris, Paul (2004) menyatakan “The de facto cost of their university education is an issue of universal concern and is often reflected in a variety of decisions, including whether or not they feel they can afford a university education at all.”. Kondisi yang sama juga terjadi di Indonesia, semenjak munculnya kebijakan BHMN yang kemudian dilanjutkan dengan BHP kemampuan akses masyakat terhadap pendidikan juga semakin turun. Mengingat tentang pentingnya pendidikan bagi perkembangan masyarakat, fakta-fakta ini tentu cukup mengkhawatirkan.

Pendidikan bukanlah Komoditas.

Status pendidikan saat ini, yang sudah dikategorikan sebagai komoditas haruslah dikaji ulang. Sebagaimana telah dikaji di dua topik terdahulu bahwa komersialisasi pendidikan, baik di level individu maupun sosial, telah gagal memenuhi harapan yang diembankan kepadanya, yang terjadi justru munculnya kesulitan yang memiliki implikasi yang signifikan terhadap masyarakat.

Atropolog cenderung membedakan antara komoditas dan gift komoditas. Menurut Marx(1877), komoditas adalah:

[an] objects that are socially desirable and which have both an exchange and a use value. Transfer of commodities is typically facilitated via the medium of money, which may be viewed as a generalized medium of exchange and simultaneously serves as the means to the measurement of values and the storage of wealth.

Lebih jauh lagi Parry (1989), menjelaskan ketiadaan moral dalam proses pertukaran komoditas. Dalam proses ini yang penting adalah keuntungan dan bisa terwujudnya akumulasi modal yang cepat.

The exchange of commodities is predicated upon obligations of contract, namely the binding agreement between parties to exchange goods and services for a pre-specified sum and within a pre-specified period of time. Such exchanges are therefore characterized as essentially impersonal and short-term phenomena, in which the only moral obligations are the legalistic relations obtaining between mutually disinterested parties.

Jika pendidikan dijadikan sebagai komoditas maka semua nilai luhur pendidikan akan luntur dan digantikan oleh nilai-nilai pasar yang mekanik. Jika kondisi tersebut telah terjadi, hilanglah garda terakhir dari kemanusiaan., sebuah institusi sosial yang sanggup mendorong perubahan sosial. Lebih jauh Paul (2004) menjelaskan kecacatan dalam komoditas pendidikan:

The flaws inherent in construing education as commodity are revealed both in the individuating features of educational processes that I have described and in the unease felt by many educators at much of the language and practices of commercial management, which often contradict direct experience of teaching and learning. The commoditization of education risks ignoring the personal and social obligations inherent in educational processes, together with the levels of effort and commitment required on the part of all concerned. A much more fruitful perspective is to conceive of education as fundamentally dependent on social interactions and as mutually implicated in relationships of gift exchange

Untuk mencegah itu terjadi, Paul (2004) menyarankan agar pendidikan dijadikan sebagai gift komoditas, yaitu sebuah benda atau layanan yang memiliki potensi untuk dijadikan sebagai komoditas dan tidak dijadikan sebagai komoditas, melainkan ‘diberikan’ oleh masyarakat kepada anggota-anggotanya. Gift komoditas ini dipahami sebagai sarana untuk menciptakan serta menjaga relasi antara individu dan masyarakatnya, juga sebagai tanggung jawab sosial dari masyarakat terhadap individu di dalamnya. Dengan demikian, maka pendidikan akan kembali menjadi sesuatu yang dapat dimiliki publik, yang berarti dapat diakses secara luas oleh seluruh lapisan masyarakat.

Perbedaan Mendasar Antara Suara Kucing yang Lapar dengan Suara Kucing yang Sedang Melakukan Proses Perkawinan

Abstract :

kucing, mamalia ramah yang berada disekitar kita, memiliki suara khas yang sudah diketahui banyak orang. pada masa hidupnya kucing memiliki bentuk komunikasi tersendiri antar sesama kucing. Saat lapar, sedang mencari anaknya atau pada musim kawin kucing mengeluarkan frekuensi dan loudness yang berbeda. Kita, mungkin, bisa merasakan perbedaan suara kucing pada berbagai keadaan, tetapi kita tidak tahu pasti bagaimana perbedaan gelombang suara kucing pada kegiatan tersebut. Oleh karena itu penulis menciba untuk menganalisa suara kucing pada dua keadaan, yaitu pada keadaan lapar dan pada keadaan akan melakukan proses perkawinan. Analisis ini menunjukkan bahwa kucing memiliki karakteristik suara yang berbeda pada kegiatan yang berbeda.

Introduction :

Kucing merupakan mamalia ramah yang sering dipelihara oleh masyarakat. Kucing liar ataupun kucing yang belum memiliki “majikan” bisa dijumpai hampir diseluruh tempat, di jalan raya, pasar, jalan perkampungan, tempat pembuangan sampah, dan sebagainya. Kucing memiliki suara khas yang, mungkin, menjadi alat komunikasi bagi sesama komunitas kucing. Suara tersebut adalah bunyi “meaw” atau “meong”. Biasanya, kucing mengeluarkan suaranya jika kucing tersebut lapar, sedang mencari anaknya, ataupun, khususnya kucing jantan, sedang menjalankan proses perkawinan. Dalam hal ini, kebetulan, penulis merupakan pencinta kucing. Penulis menangkap sesuatu yang berbeda ketika mendengarkan suara kucing yang lapar dengan kucing yang sedang ingin melansungkan proses perkawinan. Ada perbedaan yang khas dari kedua suara tersebut. Untuk itulah dilakukan analisa terhadap hasil rekaman suara kucing untuk mengetahui perbedaan suara kucing pada dua keadaan yang berbeda.

Metoda Penelitian:

Pengambilan suara atau perekaman suara kucing dilakukan pada dua kondisi. Kondisi pertama adalah kondisi saat penulis sedang memberi makanan pada kucing, yaitu pada malam hari sekitar pukul 20.00 WIB hari jumat tanggal 25 maret 2011. Kondisi kedua terjadi pada selasa malam hari sekitar pukul 23.00 WIB dan terdapat lebih dari dua ekor kucing berada di depan kamar penulis dan seolah berlomba-lomba mengeluarkan suara yang berat dan khas untuk menarik perhatian lawan jenisnya.

Kondisi saat penggambilan atau perekaman suara, kebetulan, tenang karena dilakukan pada malam hari dimana penduduk sudah mulai istirahat.

Untuk membuktikan adanya perbedaan kedua suara tersebut, penulis melakukan analisa terhadap gelombang suara yang dihasilkan pada dua kondisi berbeda. Analisa gelombang suara menggunakan software DADiSP 6.5 dan Adobe Adition 1.5.

Analisis :

Menurut subjektivitas penulis, ada perbedaan mendasar yang terdapat pada dua kondisi suara kucing. Kucing yang lapar memiliki suara yang nyaring dan bersih (tidak bersuara berat), kucing yang sedang lapar cenderung memiliki suara datar, dalam artian frekuensi dan loudness suara tidak banyak berubah. Sedangkan pada kondisi kedua, kucing cenderung bermain dengan frekuensi dan loudness suara untuk menarik lawan jenisnya sehingga penulis sekaligus pendengar merasakan sensasi suara yang cepat berubah, nyaring dan terasa berat.

Dari analisa menggunakan software DaDiSP 6.5 didapatkan data sebagai berikut :

Kucing saat Lapar Kucing saat sedang melangsungkan proses perkawinan
  • Maximum dB samples : 0,278867
  • Minimum dB samples : -3,17805
  • Maksimum density : 0,000533826 samples^2/Hz
  • Minimum density : 6,8431 x 10-8 samples^2/Hz
  • Maksimum dB samples : 0,299993
  • Minimum dB samples : -3,46574
  • Maksimum density : 0,000317377 samples^2/Hz
  • Minimum density : 8,04551 x 10-8 samples^2/Hz

Dari data, diketahui perbedaan antara suara kucing lapar dengan suara kucing yang sedang melakukan proses perkawinan. Suara yang dihasilkan kucing saat lapar cenderung lebih rendah daripada suara yang dihasilkan kucing saat sedang melakukan proses perkawinan. Hal ini terlihat dari spektogram masing-masing suara. Pada kucing yang lapar, rapat suara atau spektrum suara lebih longgar terhadap waktu daripada suara kucing yang sedang melakukan proses perkawinan. (lihat gambar 1 dan gambar 2). Power Spektral Density (PSD) gambar 1 lebih rapat dan lebih tajam dari PSD gambar 2, hal ini menunjukkan energi yang dibawa oleh gelombang suara pada gambar 1 lebih besar dan lebih bervariasi daripada energy pada gambar 2.

Gambar 1: fungsi gelombang pada suara kucing yang sedang melangsungkan proses perkawinan (DADiSP 6.5)

Gambar 2 : fungsi gelombang suara pada kucing lapar (DADiSP 6.5)

Berdasarkan analisa penulis dengan menggunakan adobe audition 1.5, diketahui bahwa gelombang suara yang dihasilkan oleh kucing saat lapar cenderung renggang dalam artian suara kucing memiliki jeda waktu yang lebih lama untuk bersuara kembali (gambar 3). Gelombang sinusoidal pada suara kucing yang sedang lapar cenderung datar, tidak berosilasi (gambar 4). Pada frekuensi 2000-20000Hz suara kucing yang lapar memiliki tangga nada F7.

Berbeda dengan analisa suara kucing yang sedang melakukan proses perkawinan. Kucing pada keadaan ini bersuara dengan jeda waktu yang lebih singkat dari suara kucing yang lapar sehingga suara kucing akan terdengar lebih continous (gambar 6). Pada frekuensi yang sama (2-20kHz) kucing pada keadaan sedang melakukan proses perkawinan memiliki nada dasar A#5, dimana nada dasar A#5 memiliki karakteristik suara yang lebih berat sedangkan nada dasar F7 memiliki karakteristik suara yang lebih nyaring (gambar 7). Gelombang sinusoidal pada suara kucing yang sedang melakukan proses perkawinan lebih berosilasi, hal ini merepresentasikan, pada kondisi ini kucing memiliki suara yang lebih berat (cenderung tidak nyaring). Suara kucing pada kondisi ini memiliki pola tertentu yaitu bersuara keras dan berat kemudian bersuara rendah tapi berat dan kemudian bersuara keras dan berat kembali dalam jeda waktu yang relatif singkat (continous, tidak pernah berhenti bersuara).

Gambar 3: gelombang suara pada kucing lapar (adobe audition 1.5)

Gambar 4 : gelombang sinusoidal pada suara kucing lapar (adobe audition 1.5)

Gambar 5: analisis frekuensi pada suara kucing lapar (adobe audition 1.5)

Gambar 6 : gelombang suara pada kucing yang sedang melakukan proses perkawinan (adobe audition 1.5)

Gambar 7 : analisis frekuensi pada kucing yang sedang melakukan proses perkawinan (adobe audition 1.5)

Gambar 8 : gelombang sinusoidal pada suara kucing yang sedang melakukan proses perkawinan (adobe audition 1.5)

Kesimpulan:

Berdasarkan analisis gelombang suara dengan menggunakan software DADiSP 6.5 dan Adobe Audition 1.5, terdapat perbedaan mendasar pada karakteristik suara kucing saat lapar dan saat sedang melangsungkan perkawinan. Perbedaan tersebut terjadi pada karakteristik nada dasar, variasi suara, dan energi yang dibawa oleh frekuensi suara. Hasil analisis ini tentu belum valid, karena penulis kekurangan sumber suara dan masih belum trampil menggunakan software yang ada. Perlu perbaikan lebih lanjut mengenai paper yang penulis buat ini.

Minyak Dedak Padi

Padi merupakan tanaman sejenis rumput-rumputan yang tumbuh subur di Indonesia. Padi adalah tanaman penghasil beras yang merupakan makanan pokok masyarakat Indoesia dengan jumlah lahan terbesar dan jumlah petani terbanyak. Selain itu dari tanaman padi diperoleh produk sampingan selain beras yaitu dedak, sekam dan merang.

Dalam tulisan ini akan membahas tentang dedak yang menjadi hasil sampingan dari proses padi menjadi beras. Dedak dihasilkan dari proses penggilingan padi pada lapisan luar maupun dalam dari butiran padi, biasanya dedak digunakan sebagai pakan ternak. Berdasarkan penelitian yang sedang dikembangkan saat ini, dedak ternyata bisa dimanfaatkan dalam bentuk lain dan bisa dikonsumsi oleh masyarakat yaitu minyak dedak padi.

Minyak yang dihasilkan dari ekstraksi dedak padi ini mengandung vitamin, antioksidan serta nutrisi yang diperlukan tubuh manusia. Minyak dedak ini menduduki peringkat keempat setelah minyak zaitun, minyak kelapa dan minyak jagung. Minyak dedak mengandung sekitar 350 ppm tokotrienol yang termasuk ke dalam golongan vitamin E, dan berperan sebagai antioksidan alami yang kuat. Disamping itu minyak dedak juga mengandung 2,0% gama-orizanol dan komponen lainnya yang dapat menurunkan kolesterol, mencegah arteriosklerosis, dan menghambat waktu menopause.

Faktor utama dalam pengolahan dedak menjadi minyak yaitu stabilisasi secara kimiawi maupun dengan menggunakan panas. Perlakuan ini bertujuan untuk menghancurkan enzim lipase yang ada dalam dedak, sehingga rendemen minyak meningkat dan menurunkan kadar asam lemak bebas. Selanjutnya pengolahan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut yang mudah menguap. Ini merupakan cara yang terbaik untuk mengambil minyak dedak dengan kadar kurang dari 25%. Hasil ekstraksi kemudian dipisahkan dari pelarut melalui penguapan dengan etanol dan n-heksan. Setelah terpisah, ampasnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Selanjutnya minyak dedak hasil dari ekstraksi dipurifikasi atau dimurnikan. Pemurnian minyak dedak tidak jauh berbeda dengan pemurnian minyak nabati lainnya, dengan tujuan untuk menghilangkan senyawa lilin, asam lemak bebas, perwarna, dan bau. Hasil penelitian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian menunjukkan bahwa rendeman minyak dedak yang dihasilkan sekitar 14-17%, dengan kandungan protein ampas dedak hasil ekstraksi 11-13%.

Bila kadar air Gabah Kering Giling (GKG) sebesar 14%, maka setiap penggilingan padi akan menghasilkan sekam 18-20%, dedak 8-10% dan beras 47-60%. Bila produksi padi di Indonesia tahun 2006 sebesar 50 juta ton saja, maka dedak yang dihasilkan berkisar 5 juta ton. Suatu jumlah yang sangat berlimpah sehingga perlu usaha-usaha untuk memanfaatkan dedak tersebut.

 

 

Osmotic Power Plant

Presented at the 11th Aachen Membrane Colloquium, 28–29 March, 2007, Aachen, Germany.

Membrane Processes in Energy Supply for an Osmotic power plant

Karen Gerstandta, K.-V. Peinemanna*, Stein Erik Skilhagenb, Thor Thorsenc,

Torleif Holtc

aInstitut für Polymerforschung, GKSS-Forschungszentrum Geesthacht GmbH,

Max-Planck-Straße 1, 21502 Geesthacht, Germany

Tel. +49 (4152) 872420; Fax: +49 (4152) 872466; email: klaus-viktor.peinemann@gkss.de

bStatkraft Development AS, PO Box 200 Lilleaker, N-0216 Oslo, Norway

cSINTEF, N-7465 Trondheim, Norway

Received 14 January 2007; Accepted 9 February 2007

Abstract

The idea to generate power through osmosis between river and ocean water has been known since the 1970s. The potential power that can be produced worldwide through osmotic power is estimated to be 1600 TWh/a. But due to inefficient membranes, little effort has been put into research for this type of renewable ocean energy. In 2001, Statkraft, one of the major energy providers in Norway, invited GKSS-Forschungszentrum to develop a suitable osmosis membrane for pressure-retarded osmosis (PRO). Two different types of membranes were optimised: thinfilm composites (TFC) and asymmetric cellulose acetate. To make PRO profitable, the power density of the membrane was determined to be between 4–6 W/m2. Starting with power production from 0.1 W/m2 for the TFC membrane, a power density of 3.5 W/m2 with a potential of 5 W/m2 was measured. The starting value for the CA-type was approximately 0.5 W/m2, and the best measured performance was 1.3 W/m2. However, if it is possible to improve PRO membranes further, PRO will move to the idea of a profitable application, generating green, emissionfree energy.

Keywords: Osmotic power; PRO membrane

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑